Saturday, December 26, 2009

my truly love story


Bernafas Tanpamu
Rencana ayah untuk memindahkanku mulai menjadi beban fikiranku. Aku tak mau meninggalkan seberkas noda apabila aku benar-benar akan pergi. Akhirnya aku beranikan diri untuk membuatkannya sebuah puisi. Mungkin tak berarti untuknya karena puisi itu hanya berisi tentang kenangan terakhir kami. Kenangan yang menurutku adalah masa paling indah saat aku bersamanya. Tapi aku hanya sekedar memberikannya sebuah ilham agar dapat memaafkanku. Mengingat kejadian 15 November lalu, tepatnya pukul 10.15 di mana ia mengambil pilihan untuk mengakhiri hubungan ini karena kesalahpahaman dan kebodohan yang telah aku lakukan. Semakin bodohnya diriku karena setelah hubunganku dengannya berakhir, aku melarikan hatiku untuk orang lain yang bahkan aku tak mengenali siapa dia sebenarnya. Dia pelarianku.
Kamis, 10 Desember pukul 22.12 ponselku berbunyi, sebuah pesan sampai darinya
“Emang susah maafin kamu secara kamu udah bohongin aku
cuma buat cowo lain. Sebenernya dulu aku niat gak maafin kamu sampai aku mati
tapi buat apa dendam. Tapi makasih udah inget waktu kita terakhir ketemu
saat aku ulang tahun. Mungkin itu kenangan terakhir karena kamu
udah ada cowo baru yang bisa buat kamu seneng.
Mungkin aku juga ada salah sama kamu. Makasih buat semuanya.
Maaf aku takut ganggu hubuangnmu sama cowomu..”
Sempat menetes air mataku saat membaca pesan darinya. Akhirnya aku berusaha untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. Namun sepertinya ia masih belum percaya. Aku yakin suatu saat kebenaran akan datang.
Rabu, 16 Desember. Aku berjalan keluar kelas bermaksud untuk menghampiri temanku yang sedang berada di lapangan basket. Saat kutolehkan pandanganku ke depan, hatiku mulai berbuat tak jelas. “Dia di sini”. Aku tak menyangka bisa bertemu dengannya di sekolahku. Diriku mulai khawatir akan kedatangannya yang tak diduga ini. Selain karena pacarku satu sekolah denganku dan dia adalah mantanku, aku juga takut apabila dia tak mau sedikitpun menatapku.
Sedikit paksaan dari seseorang yang pernah membantu kami dapat bersama membuatku berani untuk menghampirinya. Benar-benar bodoh karena aku sama sekali tak bisa berbincang seperti biasa lagi dengannya karena diriku yang nervous dengannya.
Malam tiba, setelah aku berfikir ratusan kali tentang hubunganku yang sedang aku jalin dengan kakak kelasku ini tak pernah berjalan baik, kepindahanku Jumat besok, ditambah dengan sikapnya yang selalu berharap apa yang dia mau harus dikabulkan, serta sikapnya yang terlalu kekanak-kanakan seakan dalam hubungan ini akulah yang menjadi “pria” nya, akhirnya aku putuskan untuk menghentikan pelarianku karena hubungan yang kujalin selama sebulan ini bertujuan untuk dapat memperbaiki keadaan, tetapi aku yang dirugikan.
Kamis, 17 Desember aku berusaha untuk memberi perhatian terakhir untuknya dan mengungkapkan isi hatiku tentang rasa sayang yang masih aku tanam padanya. Tak masuk akal karena setelah seminggu aku dapat mengurangi kebenciannya padaku, kini aku harus jauh dari dia. Begitu besar harapanku untuk bisa bertemu dengannya lagi, dan aku telah mengatakan padanya untuk dapat bertemu bila itu terahir kalinya.
Jam demi jam berlalu hingga malam, dan dia tak memberi kabar sedikitpun untukku. “Mungkin aku memang udah gak berarti buatnya.” Di malam itu aku terus menangis, hingga sebuah pesan singkat masuk. Pesan darinya. Ia menyuruhku untuk menyalakan TV.
Air mataku semakin deras karena sebuah lagu sedang dimainkan. Takkan Pernah Ada by Geisha. Lagu yang merupakan memori paling kuat antara aku dan dia. Dengan mata yang berkaca-kaca aku membalas pesannya dan mengungkapkan seluruh isi hatiku padanya. Namun aku mulai merasa kecewa ketika ia tak membalas pesanku lagi.
Setengah jam berlalu, akhirnya dia membalas pesanku.
“Keluar dari rumah. Di deket gerbang ada sesuatu..”
Bergegas aku segera ke depan gerbang, sebuah papan skate tergeletak disitu. Tertulis dengan jelas disitu. “nesayangunam”. Tapi di mana dia ?
TO BE CONTINUED

No comments: